Disusun Oleh :
Muhammad Zulkifli
AMIK BOEKITTINGGI
2014
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kami ucapkan kepada Allah Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Yang berjudul ”MUAMALAH”
Meskipun
banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami
berhasil menyelesaian makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami
sampaikan terima kasih kepada teman – teman yang sudah memberi kontribusi dan
partisipasinya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna sempurnanya makalah ini. kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bukittinggi,
Oktober 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial
yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada
yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan
hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu
usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan
demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang
silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga
kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur,
agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya aturan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud
dengan Muamalah?
2. Apa saja macam-macam
jual beli?
3. Rukun dan syarat apa
saja yang mengsahkan jual beli?
4. Hal-hal apa saja yang
harus dilakukan agar transaksi tersebut sah atau tidak
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui
maksud dari muamalah
2. Untuk mengetahui apa
saja macam-macam jual beli
3. Untuk mengetahui Rukun
dan syarat yang mengsahkan jual beli
4. Untuk mengetahui
transaksi yang dilakukan sah atau tidak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Muamalah
Menurut fiqih, muamalah ialah
tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang
ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, pinjam meminjam,
sewa menyewa dan kerjasama dagang.
Secara bahasa kata muamalah adalah
masdar dari kata 'AMALA-YU'AMILI-MU'AMALATAN yang berarti saling bertindak,
saling berbuat dan saling beramal.
Muamalah adalah aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan
manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan
cara yang paling baik (Idris Ahmad) atau " Muamalah adalah tukar-menukar
barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah
ditentukan" (Rasyid Ridho) "(Rahcmat Syafiie, Fiqih Muamalah).
Dalam buku Ensiklopedia Islam
Jilid 3 halaman 245 dijelaskan bahwa muamalah merupakan bagian dari hukum islam
yang mengatur hubungan antar seseorang dengan orang lain, baik seseorang itu
pribadi tertentu maupun berbentuk badan hukum, sepeti peresoan, firma, yayasan,
dan negara. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah, seperti jual beli, sewa
menyewa, perserikatan dibidang pertanian dan perdagangan, serta usaha perbankan
dan asuransi islami.
Dari pengertian muamalah tersebut
ada yang berpendapat bahwa muamalah hanya menyangkut permasalahan hak dan harta
yang muncul dari transaksi anatara seseorang dengan orang lain atau anatara
seseorang dan badan hukum, atau antara badan hukum yang satu dan badan hukum
yang lain.
Dalam melakukan transaksi
ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam,
islam melarang beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1.
Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil
2.
Tidak boleh dengan cara-cara zalim (aniaya)
3.
Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan,
kualitas dan kehalalan
4.
Tidak boleh melakukan kegiatan riba
5.
Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi atau
berjudi
6.
Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang
haram
Ruang lingkup yang dibahas dalam fiqh muamalah ini meliputi
dua hal;
a.
Muamalah adabiyah: yaitu ditinjau dari subjeknya
atau pelakunya. Biasanya yang dibahas mengenai HARTA dan IJAB QOBUL
b.
Muamalah madiyah : ditinjau dari segi objeknya.Meliputi:
·
al Ba'i (jual beli)
·
al Mudharabah (Kerjasama)
·
Rahn (gadai)
·
kafalah dan dhaman (jaminan dan tanggungan)
·
utang piutang
·
Sewa menyewa
·
hiwalah (pemindahan utang)
·
sewa menyewa (ijarah)
·
Qiradh (memberi modal)
·
Ji'alah (sayembara)
·
Ariyah (pinjam meminjam)
·
Pinjam meminjam
·
Riba
·
Dan beberapa permasalahan kontemporer (asuransi,
bank dll)
2.2 Macam-macam
Muamalah
Ada beberapa macam-macam muamalah
yang akan di jelaskan di bawah ini yaitu sebagai berikut:
A.
Jual beli Jual beli menurut syariat agama adalah kesepakatan
tukar-menukar barang dengan tujuan untuk dimiliki selamanya. Melakukan
jual-beli di benarkan sesuai dengan firman Allah SWT pada Q.S
Al-Baqarah 2 : 275
وَأَحَلَّ
ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
artinya: “Dan Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”Syarat-syarat jual beliBerikut dibawah ini merupakan syarat-syarat dari adanya
jual-beli yakni :
=> Penjual dan pembelinya haruslah :v
Baligh
v
Berakal sehat
v
Atas kehendak sendiri
=> Uang dan barang nya haruslah : - Halal dan suciHaram menjual arak, bangkai,
begitu juga dengan babi dan berhala termasuk lemak bangkai tersebut. - BermanfaatMembeli barang yang tidak
bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros. Hal tersebut telah
di jelaskan di dalam Q.S Al-Isra 17 : 27 yang artinya:“Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
tuhannya”.
- Keadaan barang dapat di serah terimakanTidak sah menjual barang yang
tidak dapat di serah-terimakan, contohnya menjual ikan di dalam laut atau
barang yang sedang di jadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya. - Keadaan barang di ketahui oleh penjual dan pembeli - Milik sendiri.Rasulullah SAW bersabda : “Tak sah jual-beli melainkan atas barang yang
di miliki” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)
=> Ijab qabulSeperti pernyataan penjual ”saya jual barang ini dengan harga sekian” pembeli
menjawab “baiklah saya beli”. Dengan demikian, berarti jual-beli itu
berlangsung dengan suka sama suka. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya jual
beli itu hanya sah jika suka sama suka” (HR Ibnu Hibban)Macam – Macam Jual Beli
Jual beli dapat ditinjau dari berbragai segi,
yaitu:
a. Ditinjau dari
segi bendanya dapat dibedakan menjadi:
ü
Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli
yang pada waktu akad, barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.
ü
Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan
pesanan. Dalam jual beli ini harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga
harus dipegang ditempat akad berlangsung.
ü
Jual beli benda yang tidak ada, Jual
beli seperti ini tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
b. Ditinjau dari segi
pelaku atau subjek jual beli:
Ø
Dengan lisan, akad yang dilakukan
dengan lisan atau perkataan. Bagi orang bisu dapat diganti dengan isyarat.
Ø
Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau
surat menyurat. Jual beli ini dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam
satu majlis akad, dan ini dibolehkan menurut syara’.
Ø
Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan
memberikan barang tanpa ijab kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan
yang sudah bertuliskan label harganya. Menurut sebagian ulama syafiiyah hal ini
dilarang karena ijab kabul adalah rukun dan syarat jual beli, namun sebagian
syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi membolehkannya.
c.
Dinjau dari segi hukumnya
Jual beli dinyatakan sah atau
tidak sah bergantung pada pemenuhan syarat dan rukun jual beli yang telah
dijelaskan di atas. Dari sudut pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi
dua, yaitu:
1.
Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan
rukunnya.
2.
Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak
memenuhi salah satu syarat dan rukunnya.
Manfaat jual beli banyak sekali, antara lain :
:
Jual beli dapat menata struktur kehidupan
ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
:
Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya
atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
:
Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas
barang dagangannya dengan ikhls dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan
uang dan menerima barang dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual beli
juga mampu mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan
sehari-hari.
:
Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki
barang yang haram.
:
Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah
swt.
:
Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
Hikmah jual beli
Hikmah jual beli dalam garis besarnya sebagai berikut :
Allah
swt mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada
hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa
sandang, pangan, dan papan.Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama
manusia masih hidup. Tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri,
karena itu manusia di tuntut berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan ini,
taka da satu hal pun yang lebih sempurna daripada saling tukar, dimana seorang
memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna
dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
B.
Sewa
Menyewa (IJARAH)
Al-Ijarah berasal
dari kata al-Ajru yang berarti Al’lwadhu (ganti).
Dari sebab itu Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).
Menurut pengertian Syara’, Al-Ijarah ialah
: Urusan sewa menyewa yang jelas manfaat dan tujuanya, dapat diserah terimakan,
boleh dengan ganti (upah) yang telah diketahui (gajian tertentu).Seperti halnya
barang itu harus bermanfaat, misalkan: rumah untuk ditempati, mobil untuk
dinaiki.
Pemilik yang menyewakan manfaat
disebut Mu’ajjir (orang yang menyawakan). Pihak lain yang
memberikan sewa disebut Musta’jir ( orang yang menyawa =
penyewa). Dan, sesuatu yang di akadkan untuk diambil manfaatnya disebut Ma’jur (
Sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut Ajran atau Ujrah (upah).
Dan setelah terjadi akad Ijarah telah berlangsung orang yang
menyewakan berhak mengambil upah, dan orang yang menyewa berhak mengambil
manfaat, akad ini disebut pula Mu’addhah (penggantian)
DASAR HUKUM
Dasar –dasar hukum atau rujukan Ijarah adalah
Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan Al-Ijma’.
1. Dasar
hukum Ijarah dalam
Al-Qur’an adalah :
فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ
فََٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah
upahnya.”(Al-Talaq: 6).
2. Dasar
Hukun Ijarah Dari
Al-Hadits:
( هريرةأبيعنالرزاقعبدرواه )اَجْرَهُفَلْيَعْمَلْجِيْرًااَجَرَاسْتَأْمَنِ
“Barang
siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.”(HR. Abdul Razaqdari Abu Hurairah).
3.Landasan
Ijma’nya ialah:
Umat
islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah diperbolehkan sebab
bermanfaat bagi manusia.
Rukun Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun Ijarah adalah ijab dan qabul,
antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’, dan al-ikra.Adapun menurut jumhur ulama,
rukun ijaraha da 4, yaitu:1. Aqid
(orang yang akad).
2. Shigat akad.
3. Ujrah
(upah).
4. Manfaat.
Syarat Sah Ijarah Ada
5 syarat sah dari ijarah, diantaranya:1.
Kerelaan dari dua pihak
yang melakukan akad ijarah tersebut,2.
Mengetahui manfaat dengan sempurna barang
yang diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisahan,3.
Kegunaannya dari barang tersebut,4.
Kemanfaatan benda dibolehkan menurutsyara’,5.
Objek transaksi akad itu
(barangnya) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut kriteria,
dan realita.
Pembagian dan Hukum Ijarah
Ijarah terbagi menjadi dua,
yaitu ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa, dan ijarah atas pekerjaan atau upah-mengupah. 1. Hukum sewa-menyewaDibolehkan ijarah atas barang mubah,
seperti: rumah, kamar, dan lain-lain. Tetapi dilarang ijarah terhadap benda-benda
yang diharamkan. :
Ketetapan Hukum Akad dalam IjarahMenurut ulama Hanafiyah,
ketetapan akad ijarah adalah kemanfaatan yang
sifatnyamubah.Menurut ulama Malikiyah, hokum ijarah sesuai dengan keberadaan manfaat. Ulama
Hanabilah danS yafi’iyah berpendapat bahwa hukum ijarah tetap pada keadaannya,
dan hukum tersebut menjadikan masa sewa seperti benda yang tampak.
:
Cara
Memanfaatkan BarangSewaan·
Sewa RumahJika seseorang menyewa rumah dibolehkan untuk memanfaatkannya sesuaikemauannya,
baik dimanfaatkan sendiri atau dengan orang orang lain,
bahkanboleh disewakan lagi atau dipinjamkan pada orang
lain.·
Sewa
TanahSewa tanah diharuskan untuk menjelaskan tanaman apa
yang akan ditanam ataubangunan apa yang akand idirikan di
atasnya. Jika tidak dijelaskan ijarahdipandang rusak.·
Sewa kendaraanDalam menyewa kendaraan,
baik hewan atau kendaraan lainnya harusdijelaskan salah satu diantara dua hal,
yaitu waktu dan tempat. Juga harusdijelaskan barang
yang akan dibawa atau benda yang akan diangkut.
Hukum Upah-Mengupah
Upah-mengupah atau ijarah ‘ala
al-a’mal, yakni jual-beli jasa. Biasanya berlaku
dalam beberapa hal seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah, dan lain-lain.
Ijarah ‘ala al a’mal, terbagi dua, yaitu:
a.
Ijarah KhususYaitu ijarah
yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang
bekerja tidakboleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya upah.b.
Ijarah MusytarikYaitu ijarah dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja-sama. Hukumnya dibolehkan bekerja-sama dengan
orang lain.
Hak Menerima Upah1)
Selesai bekerja
Seperti dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Rasulullah SAW,
bersabda: (عمرابيعنماجهابنرواه)عَرَقُهُيَجِفَّاَنْقَبْلَاَجْرَهُاْلاَجِيْرَاُعْطُوْا“Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering.”[7]2)
Mengalirnya manfaat,
jika ijarah untuk barangKarena apabila dalam suatu barang itu telah terjadi kerusakan maka akad ijarah itupun batal.3)
Memungkinkan mengalirnya manfaat jika masanya berlasung.4)
Mempercepat dalam bentuk akad ijarah
(bayaran). Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim,
yang salah satu pihak yang berakad tidak memilikihak fasakh,
karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali didapati hal
yang mewajibkan fasakh. Seperti di bawah ini:1)
Terjadi aib terhadap barang sewaan
yang kejadiannya di tangan penyewa atau terlihat aib lama
padanya.2)
Rusakny abarang
yang disewakan.3)
Terpenuhinya manfaat
yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa,
kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh C.
Pinjam
Meminjam (‘Ariyah)
Ariyyah atau ‘Ariyah diartikan
dalam pengertian etimologi (lughat) dengan beberapa macam makna, yaitu:
8
‘Ariyah adalah nama untuk barang yang dipinjam
oleh umat manusia secara bergiliran antara mereka. Perkataan itu diambil dari
masdar at ta’wur dengan memakai artinya perkataan at tadaawul.
8
‘Ariyah adalah nama barang yang dituju oleh
orang yang meminjam. Jadi perkataan itu diambil dari akar kata
‘arahu-ya’ruuhu-‘urwan.
8
‘Ariyah adalah nama barang yang pergi dan datang
secara cepat. Diambil dari akar kata ‘aara yang artinya pergi dan datang dengan
secara cepat.
Secara terminologi Al Ariyah ialah adalah kebolehan memanfaatkan barang yang
masih utuh yang masih di gunakan, untuk kemudian dikembalikan pada pemiliknya.
Peminjaman barang sah dengan ungkapan atau perbuatan apapun yang menunjukkan
kepadanya peminjaman dilakukan berdasarkan alquran, sunnah, dan ijma ulama.
Dasar Hukum ‘Ariyah
Adapun dasar hukum
diperbolehkannya bahkan disunnahkannya ‘ariyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadis-hadis sebagai berikut:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ
وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ
( “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
(Al-Maidah : 2)
۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ
أَهۡلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya.” (An-Nisa : 58)
C. Macam-macam ‘Ariyah
Ditinjau dari kewenangannya, akad pinjaman meminjam
(‘ariyah) pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam :
a.
‘Ariyah muqayyadah, yaitu bentuk pinjam meminjam
barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu. Misalnya peminjaman
barang yang dibatasi pada tempat dan jangaka waktu tertentu. Dengan demikian,
jika pemilik barang mensyaratkan pembatasan tersebut, berarti tidak ada pilihan
lain bagi pihak peminjam kecuali mentaatinya. ‘Ariyah ini biasanya berlaku pada
objek yang berharta, sehingga untuk mengadakan pinjam-meminjam memerlukan
adanya syarat tertentu.
b.
’Ariyah mutlaqah, yaitu bentuk
pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi. Melalui akad ‘ariyah ini,
peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang pinjaman, meskipun tanpa
ada pembatasan tertentu dari pemiliknya. Biasanya ketika ada pihak yang
membutuhkan pinjaman, pemilik barang sama sekali tidak memberikan syarat
tertentu terkait obyek yang akan dipinjamkan.
Contohnya seorang meminjamkan kendaraan,
namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal
yang berkaitan dengan penggunaan kendaraan tersebut,
misalnya waktu dan tempat mengendarainya.Namun demikian harus disesuaikan
dengan kebiasaan yang
berlaku di masyarakat. Tidak boleh menggunakan kendaraan tersebut siang malam
tanpa henti. Jika penggunaannya tidak sesuai dengan kebiasaan dan barang
pinjaman rusak maka mu’ir harus bertanggung jawab.
Rukun & Syarat ‘Ariyah
Menurut Hanafiyah, rukun ‘ariyah adalah
satu, yaitu ijab dan kabul, tidak wajib diucapkan, tetapi cukup dengan
menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam dan boleh hukum ijab
kabul dengan ucapan.
Menurut Syafi’ah, rukun ‘ariyah adalah sebagai berikut:
1.
Kalimat mengutangkan (lafazh), seperti seseorang
berkata, “Saya utangkan benda ini kepada kamu” dan yang menerima berkata”Saya
mengaku berutang benda anu kepada kamu.” Syarat bendanya adalah sama dengan
syarat benda-benda dalam jual beli.
2.
Mu’ir yaitu orang yang mengutangkan
(berpiutang) dan Musta’ir yaitu orang menerima utang. Syarat
bagi mu’ir adalah pemilik yang berhak menyerahkannya, sedangkan syarat-syarat
bagi mu’ir dan musta’ir adalah:
Ø
Baligh, maka batal ‘Øariyah yang
dilakukan anak kecil;
Ø
Berakal, maka batal ‘ariyah yang dilakukan oleh
orang yang sedang tidur dan orang gila;
Orang tersebut tida dimahjur (di bawah curatelle), maka tidak sah ‘ariyah
yang dilakukan oleh orang berada di bawah perlindungan (curatelle), seperti
pemboros.Ø
3.
Benda yang dipinjamkan. Pada rukun yang ketiga
ini disyaratkan dua hal, yaitu:
Materi yang
dipinjamkan dapat di manfaatkan, maka tidak sah ‘Øariyah yang
materi nya tidak dapat digunakan, seperti meminjam karung yang sudah hancur
sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimnapn padi.
Pemanfaatan itu dibolehkan, maka
batal ‘Øariyah yang
pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh Syara’, seperti meminjam
benda-benda najis.[8]Syarat-syarat ‘ariyah berkaitan
dengan rukun yang telah dikemukakan diatas, yaitu orang yang meminjamkan, orang
yang meminjam, barang/benda yang dipinjamkan.
Adapun syarat-syart al-‘ariyah itu diperinci oleh para ulama
fiqh sebagai berikut :
- Mu’ir (orang yang
meminjamkan)
Ahli (berhak)
berbuat kebaikan sekehendaknya atau pemilik yang berhak menyerahkannya. Orang
yang berakal dan cakap bertindak hukum. Anak kecil dan orang yang dipaksa,
tidak sah meminjamkan.
b.
Mus’tair (orang yang menerima pinjaman)
§
Baligh
§
Berakal
Orang tersebut tidak dimahjur (dibawah curatelle) atau
orang yang berada dibawah perlindungan, seperti pemboros. Hendaklah seorang
yang ahli (berhak) menerima kebaikan. Anak kecil dan orang gila tidak sah
meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak) menerima kebaikan.
c.
Mu’ar (benda yang dipinjamkan)
-
yang
dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak sah ‘ariyah yang mu’arnya tidak
dapat digunakan, seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak dapat
digunakan untuk menyimpan padi.
-
Pemanfaatan itu dibolehkan oleh syara’ (tolong menolong
dalam hal kebaikan), maka batal ‘ariyah yang pengambilan manfaat materinya
dibatalkan oleh syara’. Misalnya kendaraan yang dipinjam harus digunakan untuk
hal-hal yang bermanfaat dalam pandangan syara’, seperti bersilaturahmi,
berziarah dan sebagainya. Dan apabila kendaraan tersebut digunakan untuk pergi
ke tempat maksiat maka peminjam dicela oleh syara’, sekalipun akad atau
transaksi ‘ariyah pada dasarnya sah.
-
Manfaat
barang yang dipinjamkan dimiliki oleh yang meminjamkan, sekalipun dengan jalan
wakaf atau menyewa karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat, bukan
bersangkutan dengan zat. Oleh karena itu, orang yang meminjam tidak boleh
meminjamkan barang yang dipinjamnya karena manfaat barang yang dipinjamnya
bukan miliknya. Dia hanya diizinkan mengambilnya tetapi membagikan manfaat yang
boleh diambilnya kepada yang lain, tidak ada halangan. Misalnya dia meminjam
rumah selama 1 bulan tetapi hanya ditempati selama 15 hari, maka sisanya boleh
diberikan kepada orang lain.
-
Jenis barang yang apabila diambil manfaatnya
bukan yang akan habis atau musnah seperti rumah, pakaian, kendaraan. Bukan
jenis barang yang apabila diambil manfaatnya akan habis atau musnah seperti
makanan.
-
Sewaktu
diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak).
Barang yang dipinjam syaratnya :
ÿ
Ada manfaatnya.
ÿ
Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil
manfaatnya). Oleh sebab itu makanan yang setelah diambil manfaatnya menjadi
habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.
Aqad, yaitu ijab qabul.
Pinjam-meinjam berakhir apabila
barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan
kepada yang memilikinya. Pinjam-meminjam juga berakhir apabila salah satu dari
kedua pihak meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam dapat diminta
kembali sewaktu-waktu, karena pinjam-meinjam bukan merupakan perjanjian yang
tetap.
Jika terjadi perselisihan
pendapat antara yang meminjamkan dan yang meminjam barang tentang barang itu
sudah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan adalah yang meminjam
dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan pada hukum asalnya, yaitu belum
dikembalikan.
Hikmah ‘AriyahAdapun hikmah dari ‘Ariyah yaitu :
- Bagi
peminjam
- Dapat
memenuhi kebutuhan seseorang terhadap manfaatsesuatu yang belum dimiliki.
- Adanya
kepercayaan terhadap dirinya untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ia
sendiri tidak memilikinya.
2. Bagi
yang memberi pinjaman
- Sebagai
manifestasi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugrahkan
kepadanya.
- Allah
akan menambah nikmat kepada orang yang bersyukur.
- Membantu
orang yang membutuhkan.
- Meringankan
penderitaan orang lain.
- Disenangi
sesama serta di akherat terhindar dari ancaman Allah dalam surat al-maun
ayat 4-7
فَوَيۡلٞ
لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ٥ ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ ٦ وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ ٧
Artinya: “ Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya. orang-orang yang berbuat riya[1], dan
enggan (menolong dengan) barang berguna[2].”Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk
mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di
masyarakat.Sebagian mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat.
ADAB BERUTANG
Adab pinjam meminjam terbagi 2 yaitu untuk musta’ir
dan mu’ir:
a.
Untuk Musta’ir
- 1.
Tidak meminjam kecuali dalam kondisi darurat
- 2.
Berniat melunasinya
- 3.
Berusaha untuk meminjam kepada orang yang shalih
- 4.
Meminjam sesuai dengan kebutuhan
- 5.
Lunasi tepat pada waktunya dan jangan menundanya
- 6.
Membayar dengan cara yang baik
b.
Untuk Mu’ir
- 1.
Niat yang benar dalam memberi pinjaman
- 2.
Bersikap baik dalam menagih pinjaman
- 3.
Memberi tenggang waktu jika yang meminjam belum
mampu membayar pada waktunya
- 4.
Menghapus pinjaman bagi yang tidak mampu
mengembalikanya
D.
Riba
Riba menurut bahasa, riba memiliki
beberapa pengertian, yaitu:
1.
Bertambah, karena salah satu perbuatan riba
adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.
Berkembang, berbunga, karena salah satu
perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan
kepada orang lain.
3.
Berlebihan atau menggelembung.
Sedangkan menurut istilah, yang
dimaksud dengan riba menurut Al Mali ialah: “Akad yang terjadi atas penukaran
barang tertentu yang tidak diketahui pertimbangannya menurut ukuran syara’,
ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak salah satu
keduanya”.
Riba menurut istilah ahli fiqih
adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari
tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang
dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja
tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” dan Al-Quran datang menerangkan
pengharamannya adalah tambahan tempo.
Macam-macam Riba
Riba bisa diklasifikasikan
menjadi tiga: Riba Al-Fadl, riba Al-yadd, dan riba An-nasi’ah, riba
Qardhi, Berikut penjelasan lengkap macam-macamnya:
1.
Riba Al-Fadhl
ð
kelebihan
yang terdapat dalam tukar menukar antara tukar menukar benda-benda sejenis
dengan tidak sama ukurannya, seperti satu gram emas dengan seperempat gram
emas,maupun perak dengan perak.
2.
Riba Al-Yadd
ð
yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual
beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang
membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan
berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak
3.
Riba An-Nasi’ah
ð
adalah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang
mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan
(penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,-
kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh
tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi
memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain,
si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda
dengan memberikan tambahan.
4.
Riba Qardhi
ð
adalah riba yang terjadi karena adanya proses
utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang
yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar
sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp.
1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah).
Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan
menjadi riba, seperti sabda Rasulullah Saw.:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ
مَنْفَعَةً فَهُوَرِبًا
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi). Dasar-dasar Hukum Riba
Al-Quran menyinggung keharaman
rba secara kronologis diberbagai tempat. Pada periode Mekkah turun firman Allah
swt. Dalm surat Ar-Ruum ayat 39:
وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن
رِّبٗا لِّيَرۡبُوَاْ فِيٓ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرۡبُواْ عِندَ ٱللَّهِۖ
وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن زَكَوٰةٖ تُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُضۡعِفُونَ
٣٩
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Perbedaan Riba Dengan Jual Beli
Jual-beli merupakan salah satu cara pemenuhan kebutuhan manusia, manusia tidak mungkin
bisa memenuhi kebutuhannya tanpa terikat dengan orang
lain. Oleh karena itu manusia melakukan transaksi, bahkan tidak ada hari
yang dilalui manusia tanpa transaksi. Karena transaksi merupakan kegiatan sehari-hari manusia,
maka Allah menghalalkan jual-beli. Akan tetapi, jika manusia tidak cermat dalam memahami aturan islam tentang jual-beli,
bisa-bisa manusia terjerumus kedalam transaksi yang riba. Di antara perbedaan jual beli
dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan pada suatu akad yang tidak sesuai
dengan syara’, karena bisa memberatkan salah satu pihak,dan agama islam
melarang hal semacam ini.Sedangkan tambahan atau laba dalam jual-beli yang di
sahkan adalah dengan cara yang telah ditentukan syara’.
Hikmah di Haramkannya Riba
Sudah menjadi sunnatullah bagi umat islam bahwa apapun
yang di haramkan oleh Allah swtitu banyak mengandung mudharat.
Begitupun dengan diharamkannya riba, adapun bahaya yang
terkandung dalam riba sebagaimana yang di kemukakan oleh
Abu Fajar Al Qalami dan Abdul Wahid Al Banjary adalah:
1. Ia dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan meengikishabis semangatkerjasama/saling menolong sesame manusia.
Padahal semua agama terutama islam amatmenyeru agar manusia saling tolong menolong.
Di sisi lain Allah membenci orang yang mengutamakan kepentingan sendiri dan
orang yang memeras hasil kerja keras orang lain.
2.
Riba akan menimbulkan adanya
mental pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkankebiasaan menimbun harta tanpa kerja keras,
sehingga seperti pohon benalu yang hanya biasmenghisap tumbuhan
lain.
3.
Riba merupakan cara menjajah.
Karena itu orang berkata, “penjajahan berjalan dibelakangpedagang dan pendeta.
Dan kita telah mengenal riba dengan segala dampak negatifnya di dalam
menjajah Negara kita.
E.
BANK
MUAMALAT
Bank muamalat adalah salah satu
dari macam-macam Bank Islam, untuk memahami lebih jelas pengertian dari Bank
Muamalat maka tidak bisa dipisahkan dari pengertian Bank Islam. Bank Islam
adalah bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat
secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur'an dan al-Hadits.
sedangkan pengertian muamalat adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia, baik hubungan secara pribadi maupun antar perorangan
dengan masyarakat. Berdasarkan hasil survei yang kami lakukan, berikut ini akan
dijelaskan tentang produk-produk Bank Muamalat.
Macam-macam
Produk Bank Muamalat
Produk Bank Muamalat dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu produk penghimpunan dana masyarakat, produk penyaluran
dana kepada masyarakat dan produk jasa perbankan lainnya.
1.
Produk penghimpunan dana masyarakat
Dalam bidang pengerahan dana masyarakat sebagai sumber
dana bank terdiri dari :
a.
Simpanan, giro, deposito dan tabungan giro
wadi'ah.
ð
Simpanan ini pada dasarnya merupakan titipan
dana dari masyarakat dan setiap waktu dapat ditarik oleh pemiliknya. Simpanan
giro ini dikenai biaya administrasi, namun karena dana yang mengendap di bank,
maka penabung diberi semacam imbalan berupa bonus atau jasa giro sesuai dengan
jumlah dana yang ikut berperan dalam pembentukan laba bank.
Macam-macam tabungan di Bank Muamalat adalah :
1)
Tabungan ummat
Merupakan jenis simpanan dana pihak ketiga pada Bank
Muamalat, dimana penyetoran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Bank Muamalat.
2)
Tabungan ummat yunior
Tabungan yang khusus diperuntukan bagi pelajar dan
mahasiswa dengan batasan usia maksimal 26 tahun.
3)
Tabungan haji arafah
Memanfaatkan keuntungan, Tabungan Haji Arafah untuk
mempersiapkan rencana naik haji oleh kedua belah pihak (penabung dan bank)
b.
Deposito mudharabah
Adalah bentuk simpanan nasabah kepada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada jangka waktu yang telah ditentukan
dalam perjanjian
c.
Tabungan mudharabah
Dalam tabungan mudharabah ini pemilik dana menyimpan
dananya pada bank dan penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai dengan
syarat-syarat tertentu yang telah disepakati.
2.
Produk penyaluran dana kepada masyarakat
Dalam rangka penyaluran dana kepada masyarakat, Bank
Muamalat melakukannya dengan cara membuat produk-produk berikut :
a. Kredit mudharabah
Adalah suatu perjanjian kredit yang disepakati bersama
antara bank dengan pengusaha.Dalam kredit mudharabah bank menyediakan pinjaman
modal dalam bentuk investasi dan modal kerja, sedangkan pengusaha menyediakan
lapangan usaha menyangkut besarnya bagi hasil keuntungan didasarkan pada
perjanjian.b. Kredit murabahahKredit ini merupakan perjanjian antara bank dengan
nasabahnya. Perjanjian tersebut dalam bentuk pembiayaan pembelian atas sesuatu
barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Nasabah akan membayar kepada bank sesuai
dengan waktu yang telah diperjajikan keuntungan bagi bank bank adalah dengan
cara menaikkan harga barang tersebut dari harga pembelian.c. Kredit Bai'u Bithaman AjilProduk ini dilakukan dalam bentuk perjanjian antara
bank dengan nasabah. Bank menyediakan pembiayaah pembelian atas sesuatu barang
yang dibutuhkan oleh nasabah. Pembayaran dari nasabah dilakukan dengan cara
cicilan, sesuai dengan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (bank
dan nasabah). Keuntungan bagi bank dapat diraih dengan cara menaikkah harga
barang tersebut dari harga pembelian.d. Kredit Al-Qardhul HasanKredit ini merupakan perjanjian antara bank dengan
nasabah sebagai pinjaman lunak. Dalam kredit ini nasabah tidak perlu membagi
keuntungan kepada bank, dan nasabah hanya diwajibkan untuk mengembalikan pokok
pinjaman pada waktu yang diperjanjikan dengan daya beli yang sama, seperti
ketika menerima kredit. e. MusyarakahAdalah suatu perjanjian yang diadakan oleh bank dengan
pemilik moral (perorangan atau badan usaha). Bank menyediakan pembiayaan
sebagian, sebagaimana yang lainnya disediakan oleh pemilik modal. Dalam
perjanjian ini resiko kerugian dan laba ditanggung bersama sesuai dengan
perimbangan modal.f. Produk jasa perbankan lainnyaSelain dua produk di atas, Bank Muamalat juga menyediakan
produk jasa lainnya yang sesuai dengan syari'at Islam. Produk bank dalam bentuk
jasa perbankan seperti berikut ini Wakalah : LC, transfer, inkaso dan kliring, RTGS, payroll haji karyawan, debet
otomatis pembayaran telfon dan ZIS.Kafalah : Bank garansiHiwalah : Ajak piutangRahn : GadaQard : Dana talanganSharf : Jual beli valuta asingMelihat dari macam-macam produk Bank Muamalat di atas,
dapat disimpulkan bahwa bank muamalat merupakan bentuk bank yang sesuai syari'ah,
karena dijelaskan juga didalam buku fiqih bahwa sebagai alternatif pengganti
sistem bunga, diterapkan cara-cara berikut :a. Wadi'ah (titipan uang, barang dan obligasi)b. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana)c. Musyarakah (persekutuan)d. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian
secara jujur)e. Qardh Hasan (pinjaman yang baik)
Musyarakah
Adalah akad antara orang-orang yang berserikat dalam modal
maupun keuntungan, sedangkan kerugian ditanggung secara professional sampai
batas modal masing-masing.Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan secara
proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan
kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan merugi, maka akan
dibebankan secara proporsional kepada masing-masing pemberi modal. Perhitungan Prinsip Bagi Hasil
Berdasarkan data yang kami dapatkan, perhitungan prinsip
bagi hasil yang digunakan di Bank Muamalat yaitu : penetapan bagi hasil di Bank
Muamalat dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung HI-1000, hal ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :Bagi hasil nasabah =Keterangan : HI yaitu angka
yang menunjukkan hasil investasi yang diperoleh dari penyalurkan setiap seribu
rupiah dana yang diinvestasikan oleh bank
F.
ASURANSI
Menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
yang bertujuan memberikan:
1.
Pergantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan yang tidak diharapkan.
2.
Tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti.
3.
Pembayaran uang yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
KEUNTUNGAN
DAN TUJUAN ASURANSI
A. Keuntungan Asuransi
Keuntungan dari usaha asuransi:
1.
Bagi perusahaan asuransi
- a.
Keuntungan dari premi yang diberikan ke nasabah.
- b.
Keuntungan dari hasil penyertaan modal di
perusahaan lain.
- c.
Keuntungan dari hasil bunga dari investasi
disurat-surat berharga.
2.
Bagi nasabah
- a. Memberikan rasa aman.
- b. Merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat
ditarik kembali.
- c. Terhindar dari risiko kerugian atau
kehilangan.
- d. Memperoleh penghasilan dimasa yang akan dating.
- e. Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau
kehilangan.
Tujuan
Asuransi
Pada dasarnya tujuan masyarakat
menjadi nasabah perusahaan asuransi untuk mengurangi risiko yang pasti (
misalnya kematian) dan mungkin (misalnya kecelakaan) terjadi dalam masyarakat
dengan cara mempertanggungkan risiko rersebut pada perusahaan asuransi atau
risiko yang terjadi dalam masyarakat akan ditanggung perusahaan asuransi.
Secara rinci, berikut ini disajikan tujuan masyarakat menjadi nasabah
perusahaan asuransi yaitu:
1.
Dalam pertanggungan dapat dilakukan pencegahan
kerugian yang akan memberikan keuntungan tertentu yaitu berupa
pengurangan kerugian dan pengurangan biaya yang menyangkut pertanggungan
tersebut.
2.
Pencegahan dan perlindungan untuk memperkecil
kerugian yang terjadi dapat berupa pengeliminiran sebab-sebab yang dapat
menimbulkan keerugian, perlindungan produk atau orang yang akan dirugikan,
pengurangan kerugian, dan perlindungan agar produk yang telah rusak tdak
semakin rusak.
3.
Memberikan keuntungan tertentu pada masyarakat
yang mengikuti asuransi karena dengan mengetahui besarnya risiko yang terjadi
dapat diketahui besarnya kerugian yang dialami.
JENIS-JENIS
ASURANSI
Jenis-jenis asuransi yang
berkembang di Indonesia dewasa ini jika dilihat dari berbagai segi adalah
sebagai berikut:
1.
Dilihat dari segi fungsinya
a.
Asuransi kerugian (non life insurance)Jenis asuransi kerugian seperti yang terdapat dalam UUD Nomor 2 Tahun 1992
tentang usaha asuransi menjelaskan pada asuransi kerugian menjalankan usaha
memberikan jasa untuk menanggulangi suatu risiko atas kerugian, kehilangan
manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga dari suatu peristiwa yang
tidak pasti. Usaha asuransi kerugian dapat dibagi sebagai berikut:·
Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup
risiko kebakaran seperti kebakaran, petir, ledakan dan kejatuhan pesawat.
·
pengangkutan
adalah asuransi pengangkutan (marine insurance) penanggung atau perusahan
asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat terjadinya
kehilangan atau kerusakan pada saat pelayaran.
·
Asuransi
aneka yaitu jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan ke dalam
asuransi kebakaran dan asuransi pengangkutan. Seperti asuransi kendaraan
bermotor, asuransi kecelakaan diri, pencurian uang dalam pengangkutan dan
penyimpanan, kecurangan dan sebagainya.
b.
Asuransi jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa adalah suatu jasa yang diberikan oleh
perusahaan asuransi dalam penaggulangan risiko yang dikaitkan dngan jiwa atau
meninggalnya seorang yang dipertanggungkan. Seperti kematian, mengalami cacat,
pemutusan hubungan kerja, dan pengannguran.
Jenis-jenis asuransi jiwa meliputi asuransi berjangka
(Term insurance), asuransi tabungan (Endoument insurance), asuransi seumur
hidup (Whole life insurance), Anuity contrak insurance(anuitas).
c.
Reasuransi (reinsurance)
Merupakan perusahaan yang memberikan jasa asuransi
dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan
asuransi kerugian.Fungsi reasuransi adalah:• Meningkatkan
kapasitas akseptasi
• Alat penyebaran
risiko
• Meningkatkan
stabilitas usaha
• Meningkatkan
kepercayaan
2.
Dilihat
dari segi kepemilikannya
Dalam hal ini yang dilihat adalah siapa pemilik dari
perusahaan asuransi tersebut, baik asuransi kerugian, asuransi jiwa ataupun
reasuransi.
a.
Asuransi milik pemerintah
Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar
atau bahkan 100 persen oleh pemerintah Indonesia.
b.
Asuransi milik swasta nasional
Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki
oleh swasta nasional, sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham, maka
memiliki suara terbanyak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
c.
Asuransi milik perusahaan asing
Perusahaan asuransi jenis ini biasanya beroperasi di
Indonesia hanyalah merupakan cabang dari negara lain dan jelas
kepemilikannyapun dimiliki oleh 100 persen oleh pihak asing.
d.
Asuransi
milik campuran
Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki
campuran antara swasta nasional dengan pihak asing.
PRINSIP-PRINSIP
ASURANSI
Bahwasanya setiap perjanjian
dilakukan mengandung prinsip-prinsip asuransi. Tujuannya adalah untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari antara pihak
perusahaan asuransi dengan pihak nasabahnya.
Prinsip-prinsip asuransi yang dimaksud adalah:
1. Insurable Interest merupakan hal berdasarkan hukum
untuk mempertanggungkan suatu risiko berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah
secara hukum antara tertanggung dan suatu yang dipertanggungkan dan dapat
menimbulkan hak dan kewajiban keuangan secara hukum.
2. Utmost Good Faith atau “itikad baik” dalam penetapan
setiap suatu kontrak haruslah didasarkan kepada itikad baik antara tertanggung
dan penanggung mengenai seluruh informasi baik materil maupun immaterial.
3. Indemnity atau ganti rugi artinya mengendalikan posisi
keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian seperti pada posisi sebelum
terjadinya kerugian tersebut.
4. Proximate cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang
mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan dan
intervensi kekuatan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber
baru dan independen.
5. Subrogation merupakan hak penanggung yang telah
memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang
mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
6. Contribution suatu prinsip dimana penanggung berhak
mengajaknpenanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk
ikut bersama membayar ganti rugi kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah
tanggungan masing-masing penanggung belum tentu sama besarnya.
JENIS-JENIS
RISIKO ASURANSI
Pengertian risiko secara umum
adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan
kerugian. Sedangkan risiko dalam industry peransurasian diartikan sebagai
ketidakpastian dari kerugian financial atau keungkinan terjadi kerugian.Dalam pertanggungan asuransi terdapat berbagai jenis risiko yang dihadapi,
besar kecilnya suatu resio merupakan salah satu pertimbangan besarnya premi
asuransi yang harus dibayar.Dalam praktiknya risiko-risiko yang timbul dari setiap pemberian usaha
pertanggungan asuransi adalah sebagai berikut:1. Risiko murniAdalah suatu risiko yang apabila
benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak
akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.
2. Risiko spekulatif
Adalah risiko yang berkaitan
dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan
keuntungan dan kemungkinan untuk mendapatkan kerugian.
3. Risiko individu
Adalah risiko yang dihadapi dalam
kegiatan hidup sehari-hari. Risiko individu dapat dipilah menjadi 3 jenis:
•
Risiko pribadi (personal risk)
Adalah risiko
yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi.
·
Risiko harta (property risk)
Adalah risiko
bahwa harta yang kita miliki rusak, hilang atau dicuri.
·
Risiko tanggung gugat (liability risk)
Risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai
tanggung jawab akibat kerugian atau lukannya pihak lain.
Sedangkan dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima
cara yang dapat dilakukan, antara lain:
a.
Menghindari risiko (risk avoidance)
Orang yang bersangkutan perlu mempertimbangkan risiko
yang mungkin muncul dari aktivitas yang akan dilakukan.
b.
Mengurangi risiko (risk reduction)
Mengurangi risiko berarti mengambil tindakan yang
bersifat meminimalisasi kemungkinan terjadinya risiko kerugian.
c.
Menahan risiko (risk retention)
Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa-apa
terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis
biasanya melibatkan jumlah yang kecil. Bahkan kadang-kadang orang tidak sadar
akan usaha menahan risiko ini.
d.
Membagi risiko (risk sharing)
Membagi risiko berarti melibatkan orang lain untuk
sama-sama menghadapi risiko.
e.
Mentransfer risiko (risk transfering)
Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang
bersedia serta mampu memikul beban risiko.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pembahasan makalah ini, kelompok VII
dapat menyimpulkan bahwa muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang
meberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Hal yang termasuk muamalah yaitu:
1.
Jual
beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli adalah
mubah, artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
2.
Menghindari
riba.
Dalam
pelaksanaan jual beli juga ada rukun jual beli yaitu:
1.
Penjual
dan pembeli
2.
Uang
dan benda yang dibeli
3.
Lafaz
ijab dan kabul
B. Saran
Kita sebagai umat muslim agar memperhatikan
hukum muamalah dan tata cara jual beli yang sah menurut agama islam.
Dan kita juga harus memperhatikan riba yang terkandung didalam hal jual beli
tersebut, karena terdapat hadist yang mengharamkan riba dalam islam.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh :
Muhammad Zulkifli
AMIK BOEKITTINGGI
2014
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kami ucapkan kepada Allah Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya, makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Yang berjudul ”MUAMALAH”
Meskipun
banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami
berhasil menyelesaian makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami
sampaikan terima kasih kepada teman – teman yang sudah memberi kontribusi dan
partisipasinya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna sempurnanya makalah ini. kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bukittinggi,
Oktober 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya aturan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud
dengan Muamalah?
2. Apa saja macam-macam
jual beli?
3. Rukun dan syarat apa
saja yang mengsahkan jual beli?
4. Hal-hal apa saja yang
harus dilakukan agar transaksi tersebut sah atau tidak
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui
maksud dari muamalah
2. Untuk mengetahui apa
saja macam-macam jual beli
3. Untuk mengetahui Rukun
dan syarat yang mengsahkan jual beli
4. Untuk mengetahui
transaksi yang dilakukan sah atau tidak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Muamalah
Menurut fiqih, muamalah ialah
tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang
ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, pinjam meminjam,
sewa menyewa dan kerjasama dagang.
Secara bahasa kata muamalah adalah
masdar dari kata 'AMALA-YU'AMILI-MU'AMALATAN yang berarti saling bertindak,
saling berbuat dan saling beramal.
Muamalah adalah aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan
manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan
cara yang paling baik (Idris Ahmad) atau " Muamalah adalah tukar-menukar
barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah
ditentukan" (Rasyid Ridho) "(Rahcmat Syafiie, Fiqih Muamalah).
Dalam buku Ensiklopedia Islam
Jilid 3 halaman 245 dijelaskan bahwa muamalah merupakan bagian dari hukum islam
yang mengatur hubungan antar seseorang dengan orang lain, baik seseorang itu
pribadi tertentu maupun berbentuk badan hukum, sepeti peresoan, firma, yayasan,
dan negara. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah, seperti jual beli, sewa
menyewa, perserikatan dibidang pertanian dan perdagangan, serta usaha perbankan
dan asuransi islami.
Dari pengertian muamalah tersebut
ada yang berpendapat bahwa muamalah hanya menyangkut permasalahan hak dan harta
yang muncul dari transaksi anatara seseorang dengan orang lain atau anatara
seseorang dan badan hukum, atau antara badan hukum yang satu dan badan hukum
yang lain.
Dalam melakukan transaksi
ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam,
islam melarang beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1.
Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil
2.
Tidak boleh dengan cara-cara zalim (aniaya)
3.
Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan,
kualitas dan kehalalan
4.
Tidak boleh melakukan kegiatan riba
5.
Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi atau
berjudi
6.
Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang
haram
Ruang lingkup yang dibahas dalam fiqh muamalah ini meliputi
dua hal;
a.
Muamalah adabiyah: yaitu ditinjau dari subjeknya
atau pelakunya. Biasanya yang dibahas mengenai HARTA dan IJAB QOBUL
b.
Muamalah madiyah : ditinjau dari segi objeknya.Meliputi:
·
al Ba'i (jual beli)
·
al Mudharabah (Kerjasama)
·
Rahn (gadai)
·
kafalah dan dhaman (jaminan dan tanggungan)
·
utang piutang
·
Sewa menyewa
·
hiwalah (pemindahan utang)
·
sewa menyewa (ijarah)
·
Qiradh (memberi modal)
·
Ji'alah (sayembara)
·
Ariyah (pinjam meminjam)
·
Pinjam meminjam
·
Riba
·
Dan beberapa permasalahan kontemporer (asuransi,
bank dll)
2.2 Macam-macam Muamalah
Ada beberapa macam-macam muamalah yang akan di jelaskan di bawah ini yaitu sebagai berikut:
A.
Jual beli Jual beli menurut syariat agama adalah kesepakatan
tukar-menukar barang dengan tujuan untuk dimiliki selamanya. Melakukan
jual-beli di benarkan sesuai dengan firman Allah SWT pada Q.S
Al-Baqarah 2 : 275
وَأَحَلَّ
ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
artinya: “Dan Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”Syarat-syarat jual beliBerikut dibawah ini merupakan syarat-syarat dari adanya
jual-beli yakni :
=> Penjual dan pembelinya haruslah :v
Baligh
v
Berakal sehat
v
Atas kehendak sendiri
=> Uang dan barang nya haruslah : - Halal dan suciHaram menjual arak, bangkai,
begitu juga dengan babi dan berhala termasuk lemak bangkai tersebut. - BermanfaatMembeli barang yang tidak
bermanfaat sama dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros. Hal tersebut telah
di jelaskan di dalam Q.S Al-Isra 17 : 27 yang artinya:“Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
tuhannya”.
- Keadaan barang dapat di serah terimakanTidak sah menjual barang yang
tidak dapat di serah-terimakan, contohnya menjual ikan di dalam laut atau
barang yang sedang di jadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya. - Keadaan barang di ketahui oleh penjual dan pembeli - Milik sendiri.Rasulullah SAW bersabda : “Tak sah jual-beli melainkan atas barang yang
di miliki” (HR Abu Daud dan Tirmidzi)
=> Ijab qabulSeperti pernyataan penjual ”saya jual barang ini dengan harga sekian” pembeli
menjawab “baiklah saya beli”. Dengan demikian, berarti jual-beli itu
berlangsung dengan suka sama suka. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya jual
beli itu hanya sah jika suka sama suka” (HR Ibnu Hibban)Macam – Macam Jual Beli
Jual beli dapat ditinjau dari berbragai segi, yaitu:
a. Ditinjau dari
segi bendanya dapat dibedakan menjadi:
ü
Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli
yang pada waktu akad, barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.
ü
Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan
pesanan. Dalam jual beli ini harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga
harus dipegang ditempat akad berlangsung.
ü
Jual beli benda yang tidak ada, Jual
beli seperti ini tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
b. Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:
Ø
Dengan lisan, akad yang dilakukan
dengan lisan atau perkataan. Bagi orang bisu dapat diganti dengan isyarat.
Ø
Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau
surat menyurat. Jual beli ini dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam
satu majlis akad, dan ini dibolehkan menurut syara’.
Ø
Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan
memberikan barang tanpa ijab kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan
yang sudah bertuliskan label harganya. Menurut sebagian ulama syafiiyah hal ini
dilarang karena ijab kabul adalah rukun dan syarat jual beli, namun sebagian
syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi membolehkannya.
c. Dinjau dari segi hukumnya
Jual beli dinyatakan sah atau
tidak sah bergantung pada pemenuhan syarat dan rukun jual beli yang telah
dijelaskan di atas. Dari sudut pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi
dua, yaitu:
1.
Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan
rukunnya.
2.
Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak
memenuhi salah satu syarat dan rukunnya.
Manfaat jual beli banyak sekali, antara lain :
:
Jual beli dapat menata struktur kehidupan
ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
:
Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya
atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
:
Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas
barang dagangannya dengan ikhls dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan
uang dan menerima barang dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual beli
juga mampu mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan
sehari-hari.
:
Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki
barang yang haram.
:
Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah
swt.
:
Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
Hikmah jual beli
Hikmah jual beli dalam garis besarnya sebagai berikut :
Allah
swt mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada
hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa
sandang, pangan, dan papan.Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama
manusia masih hidup. Tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri,
karena itu manusia di tuntut berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan ini,
taka da satu hal pun yang lebih sempurna daripada saling tukar, dimana seorang
memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna
dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
B. Sewa Menyewa (IJARAH)
Al-Ijarah berasal
dari kata al-Ajru yang berarti Al’lwadhu (ganti).
Dari sebab itu Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).
Menurut pengertian Syara’, Al-Ijarah ialah
: Urusan sewa menyewa yang jelas manfaat dan tujuanya, dapat diserah terimakan,
boleh dengan ganti (upah) yang telah diketahui (gajian tertentu).Seperti halnya
barang itu harus bermanfaat, misalkan: rumah untuk ditempati, mobil untuk
dinaiki.
Pemilik yang menyewakan manfaat
disebut Mu’ajjir (orang yang menyawakan). Pihak lain yang
memberikan sewa disebut Musta’jir ( orang yang menyawa =
penyewa). Dan, sesuatu yang di akadkan untuk diambil manfaatnya disebut Ma’jur (
Sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut Ajran atau Ujrah (upah).
Dan setelah terjadi akad Ijarah telah berlangsung orang yang
menyewakan berhak mengambil upah, dan orang yang menyewa berhak mengambil
manfaat, akad ini disebut pula Mu’addhah (penggantian)
DASAR HUKUM
Dasar –dasar hukum atau rujukan Ijarah adalah
Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan Al-Ijma’.
1. Dasar
hukum Ijarah dalam
Al-Qur’an adalah :
فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ
فََٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
“Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah
upahnya.”(Al-Talaq: 6).
2. Dasar
Hukun Ijarah Dari
Al-Hadits:
( هريرةأبيعنالرزاقعبدرواه )اَجْرَهُفَلْيَعْمَلْجِيْرًااَجَرَاسْتَأْمَنِ
“Barang
siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beritahukanlah upahnya.”(HR. Abdul Razaqdari Abu Hurairah).
3.Landasan
Ijma’nya ialah:
Umat
islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah diperbolehkan sebab
bermanfaat bagi manusia.
Rukun Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun Ijarah adalah ijab dan qabul,
antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’, dan al-ikra.Adapun menurut jumhur ulama,
rukun ijaraha da 4, yaitu:1. Aqid
(orang yang akad).
2. Shigat akad.
3. Ujrah
(upah).
4. Manfaat.
Syarat Sah Ijarah Ada 5 syarat sah dari ijarah, diantaranya:1. Kerelaan dari dua pihak yang melakukan akad ijarah tersebut,2. Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisahan,3. Kegunaannya dari barang tersebut,4. Kemanfaatan benda dibolehkan menurutsyara’,5. Objek transaksi akad itu (barangnya) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut kriteria, dan realita.
Pembagian dan Hukum Ijarah
Ijarah terbagi menjadi dua,
yaitu ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa, dan ijarah atas pekerjaan atau upah-mengupah. 1. Hukum sewa-menyewaDibolehkan ijarah atas barang mubah,
seperti: rumah, kamar, dan lain-lain. Tetapi dilarang ijarah terhadap benda-benda
yang diharamkan. :
Ketetapan Hukum Akad dalam IjarahMenurut ulama Hanafiyah,
ketetapan akad ijarah adalah kemanfaatan yang
sifatnyamubah.Menurut ulama Malikiyah, hokum ijarah sesuai dengan keberadaan manfaat. Ulama
Hanabilah danS yafi’iyah berpendapat bahwa hukum ijarah tetap pada keadaannya,
dan hukum tersebut menjadikan masa sewa seperti benda yang tampak.
:
Cara
Memanfaatkan BarangSewaan·
Sewa RumahJika seseorang menyewa rumah dibolehkan untuk memanfaatkannya sesuaikemauannya,
baik dimanfaatkan sendiri atau dengan orang orang lain,
bahkanboleh disewakan lagi atau dipinjamkan pada orang
lain.·
Sewa
TanahSewa tanah diharuskan untuk menjelaskan tanaman apa
yang akan ditanam ataubangunan apa yang akand idirikan di
atasnya. Jika tidak dijelaskan ijarahdipandang rusak.·
Sewa kendaraanDalam menyewa kendaraan,
baik hewan atau kendaraan lainnya harusdijelaskan salah satu diantara dua hal,
yaitu waktu dan tempat. Juga harusdijelaskan barang
yang akan dibawa atau benda yang akan diangkut.
Hukum Upah-Mengupah
Upah-mengupah atau ijarah ‘ala
al-a’mal, yakni jual-beli jasa. Biasanya berlaku
dalam beberapa hal seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah, dan lain-lain.
Ijarah ‘ala al a’mal, terbagi dua, yaitu:
a.
Ijarah KhususYaitu ijarah
yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang
bekerja tidakboleh bekerja selain dengan orang yang telah memberinya upah.b.
Ijarah MusytarikYaitu ijarah dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja-sama. Hukumnya dibolehkan bekerja-sama dengan
orang lain.
Hak Menerima Upah1)
Selesai bekerja
Seperti dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Rasulullah SAW,
bersabda: (عمرابيعنماجهابنرواه)عَرَقُهُيَجِفَّاَنْقَبْلَاَجْرَهُاْلاَجِيْرَاُعْطُوْا“Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya kering.”[7]2)
Mengalirnya manfaat,
jika ijarah untuk barangKarena apabila dalam suatu barang itu telah terjadi kerusakan maka akad ijarah itupun batal.3)
Memungkinkan mengalirnya manfaat jika masanya berlasung.4)
Mempercepat dalam bentuk akad ijarah
(bayaran). Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim,
yang salah satu pihak yang berakad tidak memilikihak fasakh,
karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali didapati hal
yang mewajibkan fasakh. Seperti di bawah ini:1)
Terjadi aib terhadap barang sewaan
yang kejadiannya di tangan penyewa atau terlihat aib lama
padanya.2)
Rusakny abarang
yang disewakan.3)
Terpenuhinya manfaat
yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa,
kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh C.
Pinjam
Meminjam (‘Ariyah)
Ariyyah atau ‘Ariyah diartikan
dalam pengertian etimologi (lughat) dengan beberapa macam makna, yaitu:
8
‘Ariyah adalah nama untuk barang yang dipinjam
oleh umat manusia secara bergiliran antara mereka. Perkataan itu diambil dari
masdar at ta’wur dengan memakai artinya perkataan at tadaawul.
8
‘Ariyah adalah nama barang yang dituju oleh
orang yang meminjam. Jadi perkataan itu diambil dari akar kata
‘arahu-ya’ruuhu-‘urwan.
8
‘Ariyah adalah nama barang yang pergi dan datang
secara cepat. Diambil dari akar kata ‘aara yang artinya pergi dan datang dengan
secara cepat.
Secara terminologi Al Ariyah ialah adalah kebolehan memanfaatkan barang yang
masih utuh yang masih di gunakan, untuk kemudian dikembalikan pada pemiliknya.
Peminjaman barang sah dengan ungkapan atau perbuatan apapun yang menunjukkan
kepadanya peminjaman dilakukan berdasarkan alquran, sunnah, dan ijma ulama.
Dasar Hukum ‘Ariyah
Adapun dasar hukum
diperbolehkannya bahkan disunnahkannya ‘ariyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadis-hadis sebagai berikut:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ
وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ
( “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
(Al-Maidah : 2)
۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ
أَهۡلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya.” (An-Nisa : 58)
C. Macam-macam ‘Ariyah
Ditinjau dari kewenangannya, akad pinjaman meminjam
(‘ariyah) pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam :
a.
‘Ariyah muqayyadah, yaitu bentuk pinjam meminjam
barang yang bersifat terikat dengan batasan tertentu. Misalnya peminjaman
barang yang dibatasi pada tempat dan jangaka waktu tertentu. Dengan demikian,
jika pemilik barang mensyaratkan pembatasan tersebut, berarti tidak ada pilihan
lain bagi pihak peminjam kecuali mentaatinya. ‘Ariyah ini biasanya berlaku pada
objek yang berharta, sehingga untuk mengadakan pinjam-meminjam memerlukan
adanya syarat tertentu.
b.
’Ariyah mutlaqah, yaitu bentuk
pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi. Melalui akad ‘ariyah ini,
peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang pinjaman, meskipun tanpa
ada pembatasan tertentu dari pemiliknya. Biasanya ketika ada pihak yang
membutuhkan pinjaman, pemilik barang sama sekali tidak memberikan syarat
tertentu terkait obyek yang akan dipinjamkan.
Contohnya seorang meminjamkan kendaraan,
namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal
yang berkaitan dengan penggunaan kendaraan tersebut,
misalnya waktu dan tempat mengendarainya.Namun demikian harus disesuaikan
dengan kebiasaan yang
berlaku di masyarakat. Tidak boleh menggunakan kendaraan tersebut siang malam
tanpa henti. Jika penggunaannya tidak sesuai dengan kebiasaan dan barang
pinjaman rusak maka mu’ir harus bertanggung jawab.
Rukun & Syarat ‘Ariyah
Menurut Hanafiyah, rukun ‘ariyah adalah
satu, yaitu ijab dan kabul, tidak wajib diucapkan, tetapi cukup dengan
menyerahkan pemilik kepada peminjam barang yang dipinjam dan boleh hukum ijab
kabul dengan ucapan.
Menurut Syafi’ah, rukun ‘ariyah adalah sebagai berikut:
1.
Kalimat mengutangkan (lafazh), seperti seseorang
berkata, “Saya utangkan benda ini kepada kamu” dan yang menerima berkata”Saya
mengaku berutang benda anu kepada kamu.” Syarat bendanya adalah sama dengan
syarat benda-benda dalam jual beli.
2.
Mu’ir yaitu orang yang mengutangkan
(berpiutang) dan Musta’ir yaitu orang menerima utang. Syarat
bagi mu’ir adalah pemilik yang berhak menyerahkannya, sedangkan syarat-syarat
bagi mu’ir dan musta’ir adalah:
Ø
Baligh, maka batal ‘Øariyah yang
dilakukan anak kecil;
Ø
Berakal, maka batal ‘ariyah yang dilakukan oleh
orang yang sedang tidur dan orang gila;
Orang tersebut tida dimahjur (di bawah curatelle), maka tidak sah ‘ariyah
yang dilakukan oleh orang berada di bawah perlindungan (curatelle), seperti
pemboros.Ø
3.
Benda yang dipinjamkan. Pada rukun yang ketiga
ini disyaratkan dua hal, yaitu:
Materi yang
dipinjamkan dapat di manfaatkan, maka tidak sah ‘Øariyah yang
materi nya tidak dapat digunakan, seperti meminjam karung yang sudah hancur
sehingga tidak dapat digunakan untuk menyimnapn padi.
Pemanfaatan itu dibolehkan, maka
batal ‘Øariyah yang
pengambilan manfaat materinya dibatalkan oleh Syara’, seperti meminjam
benda-benda najis.[8]Syarat-syarat ‘ariyah berkaitan
dengan rukun yang telah dikemukakan diatas, yaitu orang yang meminjamkan, orang
yang meminjam, barang/benda yang dipinjamkan.
Adapun syarat-syart al-‘ariyah itu diperinci oleh para ulama
fiqh sebagai berikut :
- Mu’ir (orang yang
meminjamkan)
Ahli (berhak)
berbuat kebaikan sekehendaknya atau pemilik yang berhak menyerahkannya. Orang
yang berakal dan cakap bertindak hukum. Anak kecil dan orang yang dipaksa,
tidak sah meminjamkan.
b.
Mus’tair (orang yang menerima pinjaman)
§
Baligh
§
Berakal
Orang tersebut tidak dimahjur (dibawah curatelle) atau
orang yang berada dibawah perlindungan, seperti pemboros. Hendaklah seorang
yang ahli (berhak) menerima kebaikan. Anak kecil dan orang gila tidak sah
meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak) menerima kebaikan.
c.
Mu’ar (benda yang dipinjamkan)
-
yang
dipinjamkan dapat dimanfaatkan, maka tidak sah ‘ariyah yang mu’arnya tidak
dapat digunakan, seperti meminjam karung yang sudah hancur sehingga tidak dapat
digunakan untuk menyimpan padi.
-
Pemanfaatan itu dibolehkan oleh syara’ (tolong menolong
dalam hal kebaikan), maka batal ‘ariyah yang pengambilan manfaat materinya
dibatalkan oleh syara’. Misalnya kendaraan yang dipinjam harus digunakan untuk
hal-hal yang bermanfaat dalam pandangan syara’, seperti bersilaturahmi,
berziarah dan sebagainya. Dan apabila kendaraan tersebut digunakan untuk pergi
ke tempat maksiat maka peminjam dicela oleh syara’, sekalipun akad atau
transaksi ‘ariyah pada dasarnya sah.
-
Manfaat
barang yang dipinjamkan dimiliki oleh yang meminjamkan, sekalipun dengan jalan
wakaf atau menyewa karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat, bukan
bersangkutan dengan zat. Oleh karena itu, orang yang meminjam tidak boleh
meminjamkan barang yang dipinjamnya karena manfaat barang yang dipinjamnya
bukan miliknya. Dia hanya diizinkan mengambilnya tetapi membagikan manfaat yang
boleh diambilnya kepada yang lain, tidak ada halangan. Misalnya dia meminjam
rumah selama 1 bulan tetapi hanya ditempati selama 15 hari, maka sisanya boleh
diberikan kepada orang lain.
-
Jenis barang yang apabila diambil manfaatnya
bukan yang akan habis atau musnah seperti rumah, pakaian, kendaraan. Bukan
jenis barang yang apabila diambil manfaatnya akan habis atau musnah seperti
makanan.
-
Sewaktu
diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak).
Barang yang dipinjam syaratnya :
ÿ
Ada manfaatnya.
ÿ
Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil
manfaatnya). Oleh sebab itu makanan yang setelah diambil manfaatnya menjadi
habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.
Aqad, yaitu ijab qabul.
Pinjam-meinjam berakhir apabila
barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan
kepada yang memilikinya. Pinjam-meminjam juga berakhir apabila salah satu dari
kedua pihak meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam dapat diminta
kembali sewaktu-waktu, karena pinjam-meinjam bukan merupakan perjanjian yang
tetap.
Jika terjadi perselisihan
pendapat antara yang meminjamkan dan yang meminjam barang tentang barang itu
sudah dikembalikan atau belum, maka yang dibenarkan adalah yang meminjam
dikuatkan dengan sumpah. Hal ini didasarkan pada hukum asalnya, yaitu belum
dikembalikan.
Hikmah ‘AriyahAdapun hikmah dari ‘Ariyah yaitu :
- Bagi
peminjam
- Dapat
memenuhi kebutuhan seseorang terhadap manfaatsesuatu yang belum dimiliki.
- Adanya
kepercayaan terhadap dirinya untuk dapat memanfaatkan sesuatu yang ia
sendiri tidak memilikinya.
2. Bagi
yang memberi pinjaman
- Sebagai
manifestasi rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugrahkan
kepadanya.
- Allah
akan menambah nikmat kepada orang yang bersyukur.
- Membantu
orang yang membutuhkan.
- Meringankan
penderitaan orang lain.
- Disenangi
sesama serta di akherat terhindar dari ancaman Allah dalam surat al-maun
ayat 4-7
فَوَيۡلٞ
لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ٥ ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ ٦ وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ ٧
Artinya: “ Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. orang-orang yang berbuat riya[1], dan enggan (menolong dengan) barang berguna[2].”Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat.Sebagian mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat.
ADAB BERUTANG
Adab pinjam meminjam terbagi 2 yaitu untuk musta’ir
dan mu’ir:
a.
Untuk Musta’ir
- 1.
Tidak meminjam kecuali dalam kondisi darurat
- 2.
Berniat melunasinya
- 3.
Berusaha untuk meminjam kepada orang yang shalih
- 4.
Meminjam sesuai dengan kebutuhan
- 5.
Lunasi tepat pada waktunya dan jangan menundanya
- 6.
Membayar dengan cara yang baik
b.
Untuk Mu’ir
- 1.
Niat yang benar dalam memberi pinjaman
- 2.
Bersikap baik dalam menagih pinjaman
- 3.
Memberi tenggang waktu jika yang meminjam belum
mampu membayar pada waktunya
- 4.
Menghapus pinjaman bagi yang tidak mampu
mengembalikanya
D.
Riba
Riba menurut bahasa, riba memiliki
beberapa pengertian, yaitu:
1.
Bertambah, karena salah satu perbuatan riba
adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.
2.
Berkembang, berbunga, karena salah satu
perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan
kepada orang lain.
3.
Berlebihan atau menggelembung.
Sedangkan menurut istilah, yang
dimaksud dengan riba menurut Al Mali ialah: “Akad yang terjadi atas penukaran
barang tertentu yang tidak diketahui pertimbangannya menurut ukuran syara’,
ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak salah satu
keduanya”.
Riba menurut istilah ahli fiqih
adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari
tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang
dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja
tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” dan Al-Quran datang menerangkan
pengharamannya adalah tambahan tempo.
Macam-macam Riba
Riba bisa diklasifikasikan
menjadi tiga: Riba Al-Fadl, riba Al-yadd, dan riba An-nasi’ah, riba
Qardhi, Berikut penjelasan lengkap macam-macamnya:
1.
Riba Al-Fadhl
ð
kelebihan
yang terdapat dalam tukar menukar antara tukar menukar benda-benda sejenis
dengan tidak sama ukurannya, seperti satu gram emas dengan seperempat gram
emas,maupun perak dengan perak.
2.
Riba Al-Yadd
ð
yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual
beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang
membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan
berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak
3.
Riba An-Nasi’ah
ð
adalah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang
mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan
(penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,-
kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh
tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi
memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain,
si B menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda
dengan memberikan tambahan.
4.
Riba Qardhi
ð
adalah riba yang terjadi karena adanya proses
utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang
yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar
sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp.
1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah).
Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan
menjadi riba, seperti sabda Rasulullah Saw.:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ
مَنْفَعَةً فَهُوَرِبًا
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi). Dasar-dasar Hukum Riba
Al-Quran menyinggung keharaman rba secara kronologis diberbagai tempat. Pada periode Mekkah turun firman Allah swt. Dalm surat Ar-Ruum ayat 39:
وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن
رِّبٗا لِّيَرۡبُوَاْ فِيٓ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرۡبُواْ عِندَ ٱللَّهِۖ
وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن زَكَوٰةٖ تُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُضۡعِفُونَ
٣٩
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Perbedaan Riba Dengan Jual Beli
Jual-beli merupakan salah satu cara pemenuhan kebutuhan manusia, manusia tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhannya tanpa terikat dengan orang lain. Oleh karena itu manusia melakukan transaksi, bahkan tidak ada hari yang dilalui manusia tanpa transaksi. Karena transaksi merupakan kegiatan sehari-hari manusia, maka Allah menghalalkan jual-beli. Akan tetapi, jika manusia tidak cermat dalam memahami aturan islam tentang jual-beli, bisa-bisa manusia terjerumus kedalam transaksi yang riba. Di antara perbedaan jual beli dengan riba adalah adanya sesuatu tambahan pada suatu akad yang tidak sesuai dengan syara’, karena bisa memberatkan salah satu pihak,dan agama islam melarang hal semacam ini.Sedangkan tambahan atau laba dalam jual-beli yang di sahkan adalah dengan cara yang telah ditentukan syara’.
Hikmah di Haramkannya Riba
Sudah menjadi sunnatullah bagi umat islam bahwa apapun
yang di haramkan oleh Allah swtitu banyak mengandung mudharat.
Begitupun dengan diharamkannya riba, adapun bahaya yang
terkandung dalam riba sebagaimana yang di kemukakan oleh
Abu Fajar Al Qalami dan Abdul Wahid Al Banjary adalah:
1. Ia dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan meengikishabis semangatkerjasama/saling menolong sesame manusia.
Padahal semua agama terutama islam amatmenyeru agar manusia saling tolong menolong.
Di sisi lain Allah membenci orang yang mengutamakan kepentingan sendiri dan
orang yang memeras hasil kerja keras orang lain.
2.
Riba akan menimbulkan adanya
mental pemboros yang malas bekerja. Dapat pula menimbulkankebiasaan menimbun harta tanpa kerja keras,
sehingga seperti pohon benalu yang hanya biasmenghisap tumbuhan
lain.
3.
Riba merupakan cara menjajah.
Karena itu orang berkata, “penjajahan berjalan dibelakangpedagang dan pendeta.
Dan kita telah mengenal riba dengan segala dampak negatifnya di dalam
menjajah Negara kita.
E.
BANK
MUAMALAT
Bank muamalat adalah salah satu dari macam-macam Bank Islam, untuk memahami lebih jelas pengertian dari Bank Muamalat maka tidak bisa dipisahkan dari pengertian Bank Islam. Bank Islam adalah bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur'an dan al-Hadits. sedangkan pengertian muamalat adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik hubungan secara pribadi maupun antar perorangan dengan masyarakat. Berdasarkan hasil survei yang kami lakukan, berikut ini akan dijelaskan tentang produk-produk Bank Muamalat.
Macam-macam Produk Bank Muamalat
Produk Bank Muamalat dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu produk penghimpunan dana masyarakat, produk penyaluran
dana kepada masyarakat dan produk jasa perbankan lainnya.
1.
Produk penghimpunan dana masyarakat
Dalam bidang pengerahan dana masyarakat sebagai sumber
dana bank terdiri dari :
a.
Simpanan, giro, deposito dan tabungan giro
wadi'ah.
ð
Simpanan ini pada dasarnya merupakan titipan
dana dari masyarakat dan setiap waktu dapat ditarik oleh pemiliknya. Simpanan
giro ini dikenai biaya administrasi, namun karena dana yang mengendap di bank,
maka penabung diberi semacam imbalan berupa bonus atau jasa giro sesuai dengan
jumlah dana yang ikut berperan dalam pembentukan laba bank.
Macam-macam tabungan di Bank Muamalat adalah :
1)
Tabungan ummat
Merupakan jenis simpanan dana pihak ketiga pada Bank
Muamalat, dimana penyetoran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Bank Muamalat.
2)
Tabungan ummat yunior
Tabungan yang khusus diperuntukan bagi pelajar dan
mahasiswa dengan batasan usia maksimal 26 tahun.
3)
Tabungan haji arafah
Memanfaatkan keuntungan, Tabungan Haji Arafah untuk
mempersiapkan rencana naik haji oleh kedua belah pihak (penabung dan bank)
b.
Deposito mudharabah
Adalah bentuk simpanan nasabah kepada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan pada jangka waktu yang telah ditentukan
dalam perjanjian
c.
Tabungan mudharabah
Dalam tabungan mudharabah ini pemilik dana menyimpan
dananya pada bank dan penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai dengan
syarat-syarat tertentu yang telah disepakati.
2.
Produk penyaluran dana kepada masyarakat
Dalam rangka penyaluran dana kepada masyarakat, Bank
Muamalat melakukannya dengan cara membuat produk-produk berikut :
a. Kredit mudharabah
Adalah suatu perjanjian kredit yang disepakati bersama
antara bank dengan pengusaha.Dalam kredit mudharabah bank menyediakan pinjaman
modal dalam bentuk investasi dan modal kerja, sedangkan pengusaha menyediakan
lapangan usaha menyangkut besarnya bagi hasil keuntungan didasarkan pada
perjanjian.b. Kredit murabahahKredit ini merupakan perjanjian antara bank dengan
nasabahnya. Perjanjian tersebut dalam bentuk pembiayaan pembelian atas sesuatu
barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Nasabah akan membayar kepada bank sesuai
dengan waktu yang telah diperjajikan keuntungan bagi bank bank adalah dengan
cara menaikkan harga barang tersebut dari harga pembelian.c. Kredit Bai'u Bithaman AjilProduk ini dilakukan dalam bentuk perjanjian antara
bank dengan nasabah. Bank menyediakan pembiayaah pembelian atas sesuatu barang
yang dibutuhkan oleh nasabah. Pembayaran dari nasabah dilakukan dengan cara
cicilan, sesuai dengan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (bank
dan nasabah). Keuntungan bagi bank dapat diraih dengan cara menaikkah harga
barang tersebut dari harga pembelian.d. Kredit Al-Qardhul HasanKredit ini merupakan perjanjian antara bank dengan
nasabah sebagai pinjaman lunak. Dalam kredit ini nasabah tidak perlu membagi
keuntungan kepada bank, dan nasabah hanya diwajibkan untuk mengembalikan pokok
pinjaman pada waktu yang diperjanjikan dengan daya beli yang sama, seperti
ketika menerima kredit. e. MusyarakahAdalah suatu perjanjian yang diadakan oleh bank dengan
pemilik moral (perorangan atau badan usaha). Bank menyediakan pembiayaan
sebagian, sebagaimana yang lainnya disediakan oleh pemilik modal. Dalam
perjanjian ini resiko kerugian dan laba ditanggung bersama sesuai dengan
perimbangan modal.f. Produk jasa perbankan lainnyaSelain dua produk di atas, Bank Muamalat juga menyediakan
produk jasa lainnya yang sesuai dengan syari'at Islam. Produk bank dalam bentuk
jasa perbankan seperti berikut ini Wakalah : LC, transfer, inkaso dan kliring, RTGS, payroll haji karyawan, debet
otomatis pembayaran telfon dan ZIS.Kafalah : Bank garansiHiwalah : Ajak piutangRahn : GadaQard : Dana talanganSharf : Jual beli valuta asingMelihat dari macam-macam produk Bank Muamalat di atas,
dapat disimpulkan bahwa bank muamalat merupakan bentuk bank yang sesuai syari'ah,
karena dijelaskan juga didalam buku fiqih bahwa sebagai alternatif pengganti
sistem bunga, diterapkan cara-cara berikut :a. Wadi'ah (titipan uang, barang dan obligasi)b. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana)c. Musyarakah (persekutuan)d. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian
secara jujur)e. Qardh Hasan (pinjaman yang baik)
Musyarakah
Adalah akad antara orang-orang yang berserikat dalam modal
maupun keuntungan, sedangkan kerugian ditanggung secara professional sampai
batas modal masing-masing.Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan secara
proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan
kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan merugi, maka akan
dibebankan secara proporsional kepada masing-masing pemberi modal. Perhitungan Prinsip Bagi Hasil
Berdasarkan data yang kami dapatkan, perhitungan prinsip bagi hasil yang digunakan di Bank Muamalat yaitu : penetapan bagi hasil di Bank Muamalat dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung HI-1000, hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :Bagi hasil nasabah =Keterangan : HI yaitu angka yang menunjukkan hasil investasi yang diperoleh dari penyalurkan setiap seribu rupiah dana yang diinvestasikan oleh bank
F. ASURANSI
Menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
yang bertujuan memberikan:
1.
Pergantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan yang tidak diharapkan.
2.
Tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti.
3.
Pembayaran uang yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
KEUNTUNGAN DAN TUJUAN ASURANSI
A. Keuntungan Asuransi
Keuntungan dari usaha asuransi:
1.
Bagi perusahaan asuransi
- a.
Keuntungan dari premi yang diberikan ke nasabah.
- b.
Keuntungan dari hasil penyertaan modal di
perusahaan lain.
- c.
Keuntungan dari hasil bunga dari investasi
disurat-surat berharga.
2.
Bagi nasabah
- a. Memberikan rasa aman.
- b. Merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat
ditarik kembali.
- c. Terhindar dari risiko kerugian atau
kehilangan.
- d. Memperoleh penghasilan dimasa yang akan dating.
- e. Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau
kehilangan.
Tujuan
Asuransi
Pada dasarnya tujuan masyarakat
menjadi nasabah perusahaan asuransi untuk mengurangi risiko yang pasti (
misalnya kematian) dan mungkin (misalnya kecelakaan) terjadi dalam masyarakat
dengan cara mempertanggungkan risiko rersebut pada perusahaan asuransi atau
risiko yang terjadi dalam masyarakat akan ditanggung perusahaan asuransi.
Secara rinci, berikut ini disajikan tujuan masyarakat menjadi nasabah
perusahaan asuransi yaitu:
1.
Dalam pertanggungan dapat dilakukan pencegahan
kerugian yang akan memberikan keuntungan tertentu yaitu berupa
pengurangan kerugian dan pengurangan biaya yang menyangkut pertanggungan
tersebut.
2.
Pencegahan dan perlindungan untuk memperkecil
kerugian yang terjadi dapat berupa pengeliminiran sebab-sebab yang dapat
menimbulkan keerugian, perlindungan produk atau orang yang akan dirugikan,
pengurangan kerugian, dan perlindungan agar produk yang telah rusak tdak
semakin rusak.
3.
Memberikan keuntungan tertentu pada masyarakat
yang mengikuti asuransi karena dengan mengetahui besarnya risiko yang terjadi
dapat diketahui besarnya kerugian yang dialami.
JENIS-JENIS ASURANSI
Jenis-jenis asuransi yang
berkembang di Indonesia dewasa ini jika dilihat dari berbagai segi adalah
sebagai berikut:
1.
Dilihat dari segi fungsinya
a.
Asuransi kerugian (non life insurance)Jenis asuransi kerugian seperti yang terdapat dalam UUD Nomor 2 Tahun 1992
tentang usaha asuransi menjelaskan pada asuransi kerugian menjalankan usaha
memberikan jasa untuk menanggulangi suatu risiko atas kerugian, kehilangan
manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga dari suatu peristiwa yang
tidak pasti. Usaha asuransi kerugian dapat dibagi sebagai berikut:·
Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup
risiko kebakaran seperti kebakaran, petir, ledakan dan kejatuhan pesawat.
·
pengangkutan
adalah asuransi pengangkutan (marine insurance) penanggung atau perusahan
asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat terjadinya
kehilangan atau kerusakan pada saat pelayaran.
·
Asuransi
aneka yaitu jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan ke dalam
asuransi kebakaran dan asuransi pengangkutan. Seperti asuransi kendaraan
bermotor, asuransi kecelakaan diri, pencurian uang dalam pengangkutan dan
penyimpanan, kecurangan dan sebagainya.
b.
Asuransi jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa adalah suatu jasa yang diberikan oleh
perusahaan asuransi dalam penaggulangan risiko yang dikaitkan dngan jiwa atau
meninggalnya seorang yang dipertanggungkan. Seperti kematian, mengalami cacat,
pemutusan hubungan kerja, dan pengannguran.
Jenis-jenis asuransi jiwa meliputi asuransi berjangka
(Term insurance), asuransi tabungan (Endoument insurance), asuransi seumur
hidup (Whole life insurance), Anuity contrak insurance(anuitas).
c.
Reasuransi (reinsurance)
Merupakan perusahaan yang memberikan jasa asuransi
dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan
asuransi kerugian.Fungsi reasuransi adalah:• Meningkatkan
kapasitas akseptasi
• Alat penyebaran
risiko
• Meningkatkan
stabilitas usaha
• Meningkatkan
kepercayaan
2.
Dilihat
dari segi kepemilikannya
Dalam hal ini yang dilihat adalah siapa pemilik dari
perusahaan asuransi tersebut, baik asuransi kerugian, asuransi jiwa ataupun
reasuransi.
a.
Asuransi milik pemerintah
Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar
atau bahkan 100 persen oleh pemerintah Indonesia.
b.
Asuransi milik swasta nasional
Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki
oleh swasta nasional, sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham, maka
memiliki suara terbanyak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
c.
Asuransi milik perusahaan asing
Perusahaan asuransi jenis ini biasanya beroperasi di
Indonesia hanyalah merupakan cabang dari negara lain dan jelas
kepemilikannyapun dimiliki oleh 100 persen oleh pihak asing.
d.
Asuransi
milik campuran
Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki
campuran antara swasta nasional dengan pihak asing.
PRINSIP-PRINSIP ASURANSI
Bahwasanya setiap perjanjian
dilakukan mengandung prinsip-prinsip asuransi. Tujuannya adalah untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari antara pihak
perusahaan asuransi dengan pihak nasabahnya.
Prinsip-prinsip asuransi yang dimaksud adalah:
1. Insurable Interest merupakan hal berdasarkan hukum
untuk mempertanggungkan suatu risiko berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah
secara hukum antara tertanggung dan suatu yang dipertanggungkan dan dapat
menimbulkan hak dan kewajiban keuangan secara hukum.
2. Utmost Good Faith atau “itikad baik” dalam penetapan
setiap suatu kontrak haruslah didasarkan kepada itikad baik antara tertanggung
dan penanggung mengenai seluruh informasi baik materil maupun immaterial.
3. Indemnity atau ganti rugi artinya mengendalikan posisi
keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian seperti pada posisi sebelum
terjadinya kerugian tersebut.
4. Proximate cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang
mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan dan
intervensi kekuatan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber
baru dan independen.
5. Subrogation merupakan hak penanggung yang telah
memberikan ganti rugi kepada tertanggung untuk menuntut pihak lain yang
mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
6. Contribution suatu prinsip dimana penanggung berhak
mengajaknpenanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk
ikut bersama membayar ganti rugi kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah
tanggungan masing-masing penanggung belum tentu sama besarnya.
JENIS-JENIS RISIKO ASURANSI
Pengertian risiko secara umum
adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang menimbulkan
kerugian. Sedangkan risiko dalam industry peransurasian diartikan sebagai
ketidakpastian dari kerugian financial atau keungkinan terjadi kerugian.Dalam pertanggungan asuransi terdapat berbagai jenis risiko yang dihadapi,
besar kecilnya suatu resio merupakan salah satu pertimbangan besarnya premi
asuransi yang harus dibayar.Dalam praktiknya risiko-risiko yang timbul dari setiap pemberian usaha
pertanggungan asuransi adalah sebagai berikut:1. Risiko murniAdalah suatu risiko yang apabila
benar-benar terjadi, akan memberikan kerugian dan apabila tidak terjadi, tidak
akan menimbulkan kerugian dan tidak juga memberikan keuntungan.
2. Risiko spekulatif
Adalah risiko yang berkaitan
dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan untuk mendapatkan
keuntungan dan kemungkinan untuk mendapatkan kerugian.
3. Risiko individu
Adalah risiko yang dihadapi dalam
kegiatan hidup sehari-hari. Risiko individu dapat dipilah menjadi 3 jenis:
•
Risiko pribadi (personal risk)
Adalah risiko
yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh manfaat ekonomi.
·
Risiko harta (property risk)
Adalah risiko
bahwa harta yang kita miliki rusak, hilang atau dicuri.
·
Risiko tanggung gugat (liability risk)
Risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai
tanggung jawab akibat kerugian atau lukannya pihak lain.
Sedangkan dalam menangani risiko tersebut minimal ada lima
cara yang dapat dilakukan, antara lain:
a.
Menghindari risiko (risk avoidance)
Orang yang bersangkutan perlu mempertimbangkan risiko
yang mungkin muncul dari aktivitas yang akan dilakukan.
b.
Mengurangi risiko (risk reduction)
Mengurangi risiko berarti mengambil tindakan yang
bersifat meminimalisasi kemungkinan terjadinya risiko kerugian.
c.
Menahan risiko (risk retention)
Berarti kita tidak melakukan aktivitas apa-apa
terhadap risiko tersebut. Risiko tersebut dapat ditahan karena secara ekonomis
biasanya melibatkan jumlah yang kecil. Bahkan kadang-kadang orang tidak sadar
akan usaha menahan risiko ini.
d.
Membagi risiko (risk sharing)
Membagi risiko berarti melibatkan orang lain untuk
sama-sama menghadapi risiko.
e.
Mentransfer risiko (risk transfering)
Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain yang
bersedia serta mampu memikul beban risiko.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pembahasan makalah ini, kelompok VII
dapat menyimpulkan bahwa muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang
meberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Hal yang termasuk muamalah yaitu:
1.
Jual
beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli adalah
mubah, artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
2.
Menghindari
riba.
Dalam
pelaksanaan jual beli juga ada rukun jual beli yaitu:
1.
Penjual
dan pembeli
2.
Uang
dan benda yang dibeli
3.
Lafaz
ijab dan kabul
B. Saran
Kita sebagai umat muslim agar memperhatikan
hukum muamalah dan tata cara jual beli yang sah menurut agama islam.
Dan kita juga harus memperhatikan riba yang terkandung didalam hal jual beli
tersebut, karena terdapat hadist yang mengharamkan riba dalam islam.
DAFTAR PUSTAKA
0 Comment:
Posting Komentar